Desa Pamotan Resmi Jadi Rumah ‘Restorative Justice’

TERASJATENG.ID, REMBANG —  Rumah Restorative Justice (RJ) di Desa Pamotan, Kecamatan Pamotan diresmikan oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin melalui virtual, Rabu (16/3/2022).

Bupati Rembang Abdul Hafidz menyampaikan apresiasi atas inovasi rumah RJ tersebut, sebagai upaya penyelenggaraan hukum yang adil. Sebab, rumah RJ itu dibuat sebagai tempat musyawarah masyarakat dari suatu tindak pidana yang terjadi, sebelum masuk ke ranah penegak hukum.

Bupati berharap, rumah RJ di Desa Pamotan tersebut bisa berjalan sesuai fungsinya. Dan semoga akan ada rumah RJ juga di desa-desa lainnya.

Menurutnya, program ini sangat menarik untuk diketahui dan dipahami masyarakat. Namun demikian, bupati mengingatkan, jangan sampai rumah RJ ini disalahgunakan. Harus ada sosialisasi teknis secara detail, agar nanti tidak ada pemahaman yang salah di masyarakat.

“Oh, saiki nek tukaran ora dihukum, ayo do tukaranWah, saiki nak nyolong pitik ora dihukum, ayo do nyolong pitik. (Sekarang kalau berantem tidak dihukum, ayo berantem. Wah, sekarang kalau mencuri ayam tidak dihukum, ayo mencuri ayam). Wah kacau ini, harus ada SOP,” ungkapnya di Balai Desa Pamotan.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Rembang Syahrul Juaksha Subukhi menjelaskan, dipilihnya Desa Pamotan menjadi pilot project karena memiliki jumlah penduduk besar namun statistik penanganan perkaranya rendah. Hal itu tentunya tak lepas dari sinegitas antara pemkab, aparat penegak hukum dan tokoh agama tokoh masyarakat.

Kajari menyebutkan persoalan hukum yang telah diselesaikan melalui Restorasi Justice sebanyak empat perkara, dengan rincian tiga perkara telah berhasil diselesaikan dan satu perkara masih menunggu konsultasi dari Mahkamah Agung. Satu kasus laka lantas, dua kasus pencurian, dan satu kasus penganiayaan.

Kajari menegaskan, tidak semua perkara bisa mendapat restorative justice, ada lima syarat di mana kasus bisa dihentikan melalui restorative justice. Syarat tersebut menjadi batasan agar tidak disalahgunakan.

Syaratnya, lanjut Syahrul, pelaku ini baru pertama kali melakukan tindak pidana bukan residivis. Kemudian, yang kedua ancaman hukuman yang disangkakan ke dia tidak lebih dari lima tahun. Ketiga, kalau kejahatannya terhadap barang itu nilainya tidak lebih dari Rp2,5 juta kerugiannya.

“Keempat, ada perdamaian atau ada pernyataan memaafkan dari korban dan yang kelima tingkat ketercelaan dari perbuatannya itu rendah, seperti motivasinya tadi karena istrinya sakit butuh biaya hingga terpaksa mencuri,” jelasnya.

Jaksa Agung ST Burhanuddin menyampaikan, keadilan restoratif telah menjadi salah satu alternatif penyelesaian perkara pidana. Di mana, hal yang menjadi pembeda dari penyelesaian perkara ini adalah, adanya pemulihan keadaan kembali pada keadaan sebelum terjadinya tindak pidana. Sehingga, melalui konsep penyelesaian keadilan restoratif ini, maka kehidupan harmonis di lingkungan masyarakat dapat pulih kembali.

Konsep keadilan restoratif, lanjutnya, merupakan suatu konsekuensi logis dari asas ultimum remedium, yaitu pidana merupakan jalan terakhir dan sebagai pengejawantahan asas keadilan, proporsionalitas serta asas cepat, sederhana dan biaya ringan.

“Oleh karena itu, penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative dilaksanakan dalam rangka memberikan perlindungan terhadap kepentingan korban dan kepentingan hukum lain,” jelasnya.

Kepala Desa Pamotan Aang Maskuri, mengaku siap bersama-sama menyukseskan pilot project rumah RJ tersebut. Apa yang menjadi harapan Jaksa Agung diupayakan bisa terwujud.

Disampaikan, di kantor Desa Pamotan ini, disediakan ruang RJ yang berfungsi untuk mediasi atau musyawarah warga yang berkonflik. Di mana dalam mediasi itu akan melibatkan kejaksaan, pemerintah dan tokoh masyarakat, tokoh agama setempat dan pihak yang berkonflik, sehingga tak perlu ke kejaksaan.

“Setelah musyawarah tercapai, barulah penyelesaian prosedur resminya di kantor kejaksaan,” jelasnya.