Opini  

“Ndhelik”, Upaya Terbaik Kalahkan Pandemi Covid-19

Oleh: Sudjarwo
Guru Besar Ilmu Ilmu Sosial di FKIP Unversitas Lampung

Pagi menjelang siang komunikasi dibangun dengan seorang sohib mantan Wakil Bupati satu daerah di Provinsi Lampung. Kami berdua merisaukan bagaimana nasib negeri ini yang terus-menerus digempur oleh Virus Corona. Pimpinan Negara dengan satu orang menteri serba bisa harus menghadapi semua gempuran.

Sementara para pembantu lainnya entah menghilang kemana, bahkan ada yang tega “nglencer” ke luar negeri, seolah urat malunya sudah putus.

Ternyata banyak nayaka praja (abdi negara)  sekarang sedang mengikuti kebiasaan kami waktu kecil saat main petak umpet atau “jetungan” dalam bahasa kampung yaitu ndhelik untuk menghindari Covid-19. Kata “ndhelik” adalah serapan dari Bahasa Jawa yang arti harfiahnya sembunyi. Namun tidak semua bersembunyi dapat kita golongkan kepada ndhelik ini; karena ndhelik itu orangnya ada, dan bisa dihubungi, tetapi tidak bisa ditemui. Sementara kalau “(n)dhelik” itu sama dengan perbuatan pidana, kata sohib saya.

Upaya ndhelik ini yang kita bahasa kerenkan isolasi mandiri, diyakini bisa mengurangi penyebaran Covid karena berkurangnya interaksi antarmanusia. Tetapi ndelik dalam pengertian abstrak, adalah apa yang dilakukan oleh para pembantu pimpinan tertinggi negeri saat ini, yang kategorinya adalah kriminal rasa. Karena sengaja “menjlomprongkan” (menjerembabkan, membuat terjerembap) pimpinan untuk menghadapi risiko sendirian.

Ternyata ndhelik memiliki dimensi banyak, jika dikaitkan dengan peristiwa sosial. Corona yang sedang mengocok dunia membuat “bosah baseh” di semua tempat; ndhelik merupakan senjata ampuh untuk menghindari angin putting beliungnya Corona. Dari pendelikan inilah kemi meneropong akan adanya “Perubahan Sosial” yang luar biasa, jika pandemi ini berakhir, atau tetap jalan dalam kurun waktu yang lama.

Prof. Selo Sumardjan mengatakan tidak ada yang abadi di dunia ini kecuali perubahan (1963). Namun perubahan yang bagaimana itu, karena ada perubahan yang dirancang dan diberi nama social engenering, ada perubahan sosial yang terjadi tanpa dirancang terlebih dahulu, dan ini bersifat mendadak eskalarasinya serta cenderung liar, atau bisa juga perubahan yang bersifat alami.

Jika kita cermati akibat ndhelik ini ada beberapa hal kemungkinan yang bisa terjadi. Untuk masyarakat awam ndhelik adalah satu satunya cara untuk menghindar dari pandemi; sehingga betul-betul memanfaatkan pendhelikan (persembunyian)  untuk mengamankan diri dari wabah. Kelompok ini tetap produktif, walaupun terbatas, sehingga pekerjaannyapun sering terganggu, namun tetap dijalani dengan ikhlas dan sabar.

Golongan berikutnya segolongan orang justru saat ini dari pendhelikan mereka menyusun strategi untuk melakukan perubahan sosial yang mereka rencanakan sendiri, dan berujung revolusi. Kelompok ini berupaya merusak tatanan yang ada dengan segala macam cara guna mencapai cita citanya.

Syahwat ingin berkuasanya sangat tinggi, sehingga melakukan tindakan tidak pandang situasi dan kondisi negeri. Apapun mereka lakukan guna memenuhi hasrat tadi. Bahkan mereka seolah olah kehilangan hati nurani, karena tega melakukan keinginannya walaupun harus berdiri di atas penderitaan orang lain.

Kelompok lainnya dalam pendhelikan sedang mengamati apa yang bisa dilakukan sehingga mendapatkan keuntungan walaupun dengan cara membuat kekacauan atau apapun namanya. Kelompok pecundang ini ndhelik tapi “serik” (iri) dengan siapapun, sehingga yang ada di kepalanya semua orang lain atau kelompok lain adalah musuhnya. Karakter kelompok ini ingin ikut menang saja; model ini sejak jaman Nabi masih sugeng, sudah ada dan sering menikam dari belakang.

Di sisi lain pemerintah harus menyadari bahwa akibat pandemi ini ada kelompok baru dalam masyarakat yaitu kelompok korban Corona. Mereka ada yang kehilangan ibu, ayah, atau kehilangan dua- duanya, sehingga harus sebatang kara. Kelompok ini belum tersentuh sampai tulisan ini dibuat; dan jumlahnya masih terus meningkat. Makin lama Corona ada di suatu negeri, maka kelompok ini tampaknya jumlahnya akan semakin membesar.

Kelompok ini pada waktunya menjadi sangat strategis, bahkan menjadi komoditas politik yang seksi bagi para “pengambil kesempatan”, terutama dijadikan bahan pintu masuk untuk banyak hal; yang pada akhirnya dipakai untk kendaraan mencapai keinginan atau pemuas syahwat berpolitik bagi para petualang politik.

Untuk itu diperlukan strategi yang kuat dan jitu untuk menyelamatkan negeri ini dari kehancuran karena rongrongan dari dalam. Pimpinan negeri ini jangan ditinggal sendiri untuk bermain sendiri, karena penyelamatan negeri adalah tugas dari seluruh anak negeri.

Secara umum kita masih memiliki modal sosial yang kuat yaitu TNI dan POLRI yang selalu mengedepankan bela Negara di atas segalanya; kemudian rakyat yang menginginkan ketentraman negeri jumlahnya jauh lebih besar; karena mereka memiliki gambaran kekacauan akan mengakibatkan kebangkrutan ekonomi; dan ini yang mereka sangat takutkan.

Analisis di atas masih merupakan hipotesis yang perlu analisis dan kajian yang mendalam dari berbagai aspek keilmuan. Namun paling tidak mengingatkan kepada kita semua jangan sampai lengah mengawal negeri ini. Banyak hal yang bisa terjadi tanpa kita sadari sebelumnya, dan berakibat fatal pada akhirnya.

Rakyat kita sedang sengsara mari jangan kita perparah kesengsaraan itu hanya karena ingin cepat berkuasa, cepat kaya, cepat terkenal; apalagi hanya memenuhi keinginan sesaat dari sesuatu yang tidak jelas arahnya. Perubahan itu pasti sifatnya, bahkan hasil dari beberapa analisis kedepan akan terjadi perubahan teknologi mendasar yang berakibat pada terdampaknya sektor yang selama ini sudah mapan. Apa persiapan bangsa ini ke depan, sementara badai Corona masih terus menggila. Riuh dan gaduh tidak dapat diandalkan untuk menyelesaikan masalah untuk jangka panjang.***