Hukum  

Perda Jateng Soal Difabel,Harus Akomodir Aspirasi dan Pemenuhan Hak –Hak Difabel

TERASJATENG.ID, Semarang – Para aktivis difabel Jawa Tengah menggelar Pertemuan Virtual, Jumat 19 Februari 2021, dari Pukul 19.00 – 22.30 lalu. Pertemuan ini bertujuan untuk merumuskan masukkan terkait naratif akademik dan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Jawa Tengah tentang Difabel.

Setelah sebelumnya selama seminggu secara marathon para aktivis difabel dari penjuru Jawa Tengah ini terlibat diskusi intensif melalui jaringan media sosial. Para aktivis difabel dalam gerakan ini yang rerata memiliki pengalaman melakukan kajian isu-isu strategis dan advokasi kebijakan baik ditingkat lokal,nasional dan internasional ini berdiskusi dengan intens dan serius. Selain itu, juga mendapat masukan dan sumbang saran dari aktivis difabel yang juga bertugas di Kedeputian V Kantor Staf Presiden bapak Sunarman dan Ibu Lita dari Undip selaku penyusun narasi akademik.

Diskusi ini bertujuan untuk merespon beredarnya naratif akademik dan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Jawa Tengah tentang Difabel. Banyak masukan dan kritik yang dilayangkan untuk masukan naratif akademik dan Raperda yang disusun ke dalam daftar isian masalah (DIM). Masukan ini terbagi dalam dua belas bidang hak difabel plus bidang khusus perempuan dan anak difabel.

Didik Sugiyanto mewakili penyandang disabilitas berharap Perda Jawa Tengah Tentang Difabel nantinya bisa menjawab seluruh permasalahan penyandang disabilitas yang ada di Jateng. “ Kami sudah siap memberi masukan yang kami rangkum dalam daftar isian masalah (DIM) dari 12 bidang untuk penyempurnaan naskah raperda. Masukan ini merupakan hasil diskusi para aktivis difabel se- Jateng melalui jaringan media sosial,” terang Didik Sugiyanto dari Komunitas Sahabat Difabel (KSD) Semarang.

JANGKAJATI Siap Mengawal

Didik menambahkan para aktivis Difabel yang berasal dari seluruh pelosok Jawa Tengah juga bersepakat bergabung dalam gerakan dan jejaring bernama JANGKAJATI (Jaringan Kawal Jawa Tengah Inklusi). JANGKAJATI bertekad akan terus mengawal aspek formil (proses) maupun aspek materiil (substansi) agar Perda Jawa Tengah tentang Difabel yang baru bisa sesuai aspirasi para difabel se Jawa Tengah . Perda Difabel Jawa Tengah ini diharapkan mampu menjawab masalah-masalah di lapangan. Harapannya Perda Difabel Jateng juga bisa jadi model untuk nasional,” tandas Didk mewakili para aktivis difabel.

Didik memaparkan banyak hal yang menjadi sorotan para aktivis difabel Jawa Tengah dalam diskusi yang berjalan gayeng. Hal pertama, lanjut, Didik, persoalan pendataan difabel di Jateng yang belum mencakup semua difabel. “Selama ini difabel di data hanya untuk kepentingan data kemiskinan atau program bantuan. Ke depan dalam Perda baru, semua difabel berhak untuk di data,” kritik Didik.

Disamping itu, lanjut Didik yang aktif di KSD, organisasi atau instansi perangkat daerah juga wajib memiliki data terpilah, misalnya data difabel terkait kebencanaan, ketenagakerjaan, pendidikan, dan sebagainya.

Para aktivis difabel, lanjut Didik, juga mengusulkan agar difabel dan organisasi difabel dilibatkan dalam pendataan karena mereka yang lebih tahu tentang difabel di sekitarnya. Persoalannya selama ini salah satu kabupaten baru sekitar 150-an yang masuk SIMPD (Sistem Informasi Manajemen Penyandang Disabilitas) oleh Kemensos. Padahal dikabupaten itu ada lebih dari 5.000 difabel.

Yang juga menjadi catatan dari dari diskusi, imbuh Didik, fasilitas publik dan layanan publik di Jawa Tengah juga wajib memiliki standard pelayanan yang aksesibel dan ramah bagi semua ragam difabel.

“Dalam Perda baru diharapkan pentingnya pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota melibatkan semua ragam difabilitas dalam menyusun standard aksesibilitas fasiilitas dan pelayanan publik. Hal ini berangkat dari fakta di lapangan masih banyak fasilitas dan pelayanan publik yang belum ramah kepada difabel,” papar Didik.

Ditambahkannya selama ini masih banyak pandangan, sikap dan perlakuan pelayan publik yang masih abai dan diskriminatif terhadap difabel. Hal ini menjadi hambatan utama bagi difabel untuk mendapatkan perlindungan dan pemenuhan haknya. Dalam bidang pendidikan pentingnya konsistensi implementasi pendidikan inklusi sesuai UU dan peraturan pemerintah pusat.

Dalam Perda baru nanti, diusulkan agar di Jawa Tengah segera dibentuk unit layanan difabel (ULD) kependidikan dan semua sekolah wajib menyiapkan pendidik dan tenaga kependidikan agar siap menerima dan mendidik peserta didik difabel. Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota juga diwajibkan mendukung sarana dan prasarana implementasi pendidikan inklusi. “Selama ini banyak sekolah belum siap bahkan menolak menerima anak-anak difabel dengan alasan belum siap SDM dan sarana prasarana pendukungnya,” papar Didik.

Sedangkan di bidang ketenagakerjaan, lanjut lanjut Didik, dalam perekrutan kebijakan atau pedoman perekrutan tenaga kerja yang masih diskriminatif kepada kelompok difabel tertentu. Padahal semua difabel berhak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, bukan justru dibatasi, termasuk untuk menjadi PNS dan pegawai upahan lainnya. Hal ini merujuk kasus-kasus yang dialami para difabel di berbagai daerah yang cenderung membatasi atau menolak difabel dalam mengakses kesempatan kerja.

“Terkini yang sampai masuk ke ranah hukum adalah kasus Muhammad Baihaqi difabel netra yang sudah lolos seleksi CPNS tetapi didiskualifikasi. Karena dianggap tidak mampu menjadi guru matematika di SMA Umum . Padahal yang bersangkutan memiliki ijazah sebagai guru matematika dan juga mengantungi sertifikasi profesional dari Kemenristek Dikti dan selama ini juga mengajar matematika di SMA Umum selama ,” terang Didik mencontohkan.

Yang juga menjadi sorotan para aktivis , imbuh Didik, juga bidang kesehatan, pasalnya, masih banyak sekali difabel yang belum memiliki JKN KIS PBI, padahal kondisinya sangat membutuhkan. JKN KIS PBI adalah hak bagi difabel karena banyak ragam difabilitas yang membutuhkan pengobatan dan perawatan secara rutin, misalnya terapi-terapi bagi tumbuh kembang bagi anak-anak difabel, obat-obatan untuk difabel mental (psikososial), difabel yang mengalami Spinal Cord Injury, dan untuk difabel dengan penyakit langka seperti CdLS (Cornelia de Lange Syndrome). “Para aktivis Difabel mengusulkan agar dalam Perda baru nanti, kebutuhan khusus difabel yang tidak dicover oleh JKN KIS nasional, bisa dicover oleh Pemprov Jawa Tengah,” imbuh Didik.

Hak Hidup Difabel

Ditambahkannya, hal-hal lain yang dibincangkan para aktivis difabel se- Jawa Tengah ini adalah hak hidup, privasi, keadilan dan perlindungan hukum, keagamaan, politik, keolahragaan, kebudayaan dan pariwisata, kesejahteraan sosial, perlindungan dari bencana, habilitasi dan rehabilitasi, konsesi, hidup mandiri, berekspresi, berkomunikasi dan memperoleh informasi, berpindah tempat dan kewarganegaraan, serta bebas dari tindakan diskriminasi, penelantaran, penyiksaan, eksploitasi. dan dilibatkan dalam masyarakat. “Selain itu juga didiskusikan perlindungan khusus dan lebih untuk perempuan dan anak-anak difabel di Jawa Tengah,” imbuhnya.

Untuk, lanjut Didik, dalam waktu dekat, para aktivis difabel berharap bisa melakukan audiensi virtual dengan Gubernur Jawa Tengah beserta jajaran pemerintah provinsi Jawa Tengah untuk menyampaikan secara langsung aspirasi para difabel berkaitan dengan Raperda ini. “Kami akan segera melakukan menyampaikan aspirasi langsung dalam audiensi virtual ini ke pak Ganjar Pranowo,” tandas Didik.

Deadline Draft Raperda

Sementara itu, Kasubag Raperda Biro Hukum Setda Provinsi Jateng Agus Adi mengatakan, Raperda ini sebenarnya merupakan Prolegda tahun 2020 yg lanjut ke 2021. Karena pada tahun 2020 belum selesai disusun. “Kami pada prinsipnya akan mengawal proses Raperda ini dari awal sampai ditetapkan.,” ujar Agus.

Dijelaskannya, kalau Rancangan Perda Jateng Tentang Difabel ini belum masuk ke Biro Hukum. Raperda masih berada di perangkat daerah pemrakarsa dalam hal ini Dinas Sosial. “Prosesnya dari Dinas Sosial disampaikan ke Biro Hukum. Kemudian di Biro Hukum akan dilakukan pembahasan sebelum disampaikan ke DPRD untuk dibahas bersama,” rinci Agus.

Pada prinsipnya, lanjut Agus, pihaknya mengikuti dinamika teknis yang dibutuhkan terkait substansi pemenuhan hak penyandang disabilitas. Dari Dinas Sosial selaku pengampu pemrakarsa dari masukan-masukan bisa terwujud sebuah konsep draft yang dibutuhkan untuk perbaikan pemenuhan hak penyandang disabilitas di Jateng.

“Konsep yang kami terima meliputi naskah akademik (NA) dan draft Raperda- nya. Pada prakteknya DPRD akan membahas draft Raperda-nya dan tidak membahas naskah akademiknya,” tandas Agus.

Untuk itu, tandas Agus, pihaknya berharap pada triwulan 2 tahun 2021 ini draft sudah siap. Sehingga jadwal penetapan di tahun 2021 bisa tercapai. Dengan tanpa mengurangi pencermatan atas substansi .

Untuk itu, Agus menyarankan, pertama, Dinas Sosial membentuk membentuk tim sehingga ada tim yg bekerja secara konkret merumuskan DIM. Membahas kebutuhan substansi . Dan pada akhirnya menuangkan substansi kepada draft. Kedua, Tim ini akan mendampingi Dinas Sosial sejak awal sampai dengan pembahasan bersama DPRD. Ketiga, Biro Hukum akan mengawal.proses formalnya. Terkait penjelasan gubernur. Sidang-sidang DPRD dan memfasilitasi dan norek dari kementerian dalam negeri dan penetapannya. (Chrisa)