TERASJATENG.ID, Semarang – Kiprah Suradji dalam nguri-uri budaya Jawa terutama di bidang karawitan tak diragukan lagi. Lelaki bernama lengkap Suradji Hadi Kusumo ini berlaku begitu, karena merasa memiliki budaya warisan leluhur antara lain; gamelan, wayang dan lainnya.
Lelaki kelahiran Klaten 31 Desember 1953 ini kiprahnya di jagad senidirinya punya motto “sebagai pelaku seni bukan buruh seni”.
Menurut lelaki lulusan SR Jombor Klaten 1960 ini, melakoni hidup berkesenian karena rasa mencinta –handarbeni— yang menumbuhkan semangatnya untuk ikut ngurip-urip , menumumbuhkembangkan dan melestarikannya.
Bukti nyatanya, lelaki yang akrab disapa Bopo ini pernah terlibat sebagai tenaga pendidik pembantu di Sekolah Konservatori Surakata 1967. Kemudian dari tahun 1975 ikut menjadi pengrawit di kelompok karawitan “ Condong Raos” dibawah pimpinan Ki Narto Sabdo hingga wafatnya sang maestro pada tahun 1985.
Sepeninggal Ki Narto Sabdo , Surradji yang sangat mengidolakan sang Maestro mengaku sempat stress. “Saya kehilangan Ki Narto Sabdo sebagai bapak, guru sekaligus sumber rezeki,” ujar Suradji mengenang.
Pada tahun 1987 Suradji mendapat perumahan seniman di kawasan Gebang, Surakarta . Sambil menata langkahnya pada tahun 1988 Suradji ikut bergabung dengan Ki Manteb Sudarsono dan membantu Ki Purbo Asmoro.
Dari tahun 1989 – 2004, Suradji berkarya di Sanggar ki Purbo Asmoro, Surakarta. Pada tahun 2000, punya ide mendirikan Yayasan Condong Raos bersama bapak .Suwandi dan Ketut Saminto yang diketuai Ki Purbo Asmoro. Tetapi paguyuban Condong Raos tak berjalan lancar.
Pada tahun 2006, akhirnya Suradji berkeputusan kembali ke Semarang, kemuadian pada tahun 2007 bergabung di seksi kesenian Perkumpulan Sobokartti. Kecintaannya kepada bopo guru dan pepundennya Ki Narto Sabdo tak pernah surut.
Kemudian pada tahun 2012, mendirikan Paguyuban Puji Langgeng ( Pandemen Ki Narto Sabdo ) tempat menghimpun para pecinta sang Maestro. Langkah kongretnya setiap malam menggelar pertunjukkan wayang kulit “SEnin Paing” di Gedung Ki Narto Sabdo, Komplek Taman Budaya Raden Saleh, Semarang.
Selama pandemic kegiatan pergelaran wayang tak aktif para anggota Paguyuban Puji Langgeng ( Pandemen Ki Narto Sabdo ) menggelar acara kidungan secara bergiliran di rumah anggotanya.
Dari tahun 2016 Suradji menjadi pelatih di Unit Kegiatan Mahasiswa “Sangkatama” Universitas PGRI Semarang hingga kini. Suradji berkiprah di UPGRIS, sempat mengahsilkan karya mars PGRI yang kemudian dipatenkan.
Pada tahun 2020, Suradji kembali aktif di Sobokartti membidangi pelatihan karawitan. Suradji sering didaphuk untuk merancang acara dan memegang tongkat komando pengrawit Sobokartti kalau menggelar acara klonengan atau pergelaran wayang.
Terkini penggal akhir bulan Maret 2022, Sobokartti menghelat acara “Kenang Karya Ki Narto Sabdo (K3NS)” di Gedung Sobokartti, Jalan Dr. Cipto 31 – 33, Semarang, Jawa Tengah, .
Dalam perhelatan yang ditaja s utuk memperingati hari ulang tahun Perkumpulan Sobokartti ke- 102, Selamatan Berdirinya Patung Ki Narto Sabdo dan Merayakan Gamelan Diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya tak Benda dari Indonesia ini Ki Suradji didaphuk menjadi penggarap naskah dan iringan dalam
pagelaran wayang kulit padat yang mengusung lakon : “Becik Ketitik ala Ketara” (Gandamana Luweng) dengan menghadirkan 4 dalang muda yaitu; Ki Jagad Bilowo (Sangkatama Upgris), Ki Nova Adi H (Padamu Sobokartti) , dan Ki Andro Wakawimbang (STIE Bank BPD Jateng) , Ki Agustinus Kelik Suliantoro (RGM).
Suradji mengatakan, untuk Maestro Ki Narto Sabdo antara lain; ditaja tari Kudangan sengaja ditampilkan berkaitan dengan acara mengenang karya Ki Nartosabdho dan kudangan sendiri bukan sekedar kudangan atau harapan terhadap anak, isteri atau keluarga, “Kudangan mempunyai makna lebih luas yaitu, harapan hadirnya sosok pemimpin yang bisa melayani dan melindungi warganya, ” ujar Suraji membeber filosofi karya Sang Maestro.
Menurut Suradji yang mau nguri-uri dan nguripi budaya adiluhung warisan leluhur, seperti; gamelan, wayang, tosan aji, keris dan batik, kalau bukan kita siapa lagi. “Kalau bukan sekarang, kapan lagi. Nunggu diakui Negara lain, baru kita rebut?” ujar Suradji mengingatkan. (Christian Heru)